Kamis, 06 Desember 2018

TNI posts in Mbua Nduga Papua District are surrounded by 40 OPM members


The Mugi guard post in Mbua District, Nduga Regency, Papua, which is guarded by TNI personnel surrounded by 40 members of the Free Papua Organization (OPM) or the Armed Separatist Criminal Group (KKSB).


NDUGA - Mugi guard post in Mbua District, Nduga Regency, Papua guarded by TNI personnel surrounded by members of the Free Papua Organization (OPM) or Armed Separatist Criminal Group (KKSB).
According to information received by the siege allegedly carried out by approximately 40 OPM members led by Egianus Kogoya using firearms and arrows.
Wakapendam XVII / Cenderawasih Lt. Col. Inf Dax Sianturi contacted by SINDOnews confirmed the siege by the KKSB to Pos Mugi which was a precautionary security post (Pos Pamrahwan) guarded by 28 TNI personnel from Battalion 755 / Yalet in Division 3 Kostrad.
"Yes, according to the information I received from the field, this is indeed the case. However, for the current situation, I have not received any information because there is indeed a difficult signal," Wakapendam said.
But Lieutenant Colonel Inf Dax Sianturi stressed, based on reports the situation there could still be controlled by TNI troops on guard. "Based on reports the situation is dynamic but still manageable," Wakapendam said.
Until this news was revealed, there had been no reports of casualties from both parties either from the TNI or KKSB
Reported: Sindonews

Minggu, 02 Desember 2018

Raise the Fight, Wave the Beacon of the Struggle for Self-Determination!

Raise the Fight, Wave the Beacon of the Struggle for Self-Determination!

On the 2018 Global Flag Raising Day for West Papua


December 1, 2018
Statement

The International Indigenous Peoples Movement for Self-Determination and Liberation (IPMSDL) joins the people of West Papua, together with the international community, in celebrating the Global Flag Raising Day this December 1 as a symbolic action in solidarity of the people’s struggle for the right to self-determination and liberation.

On the 57th year since the first flag raising of the Morning Star, we honor the West Papuan people, the martyrs and heroes who have sacrificed their lives and led the fight for independence against colonial and imperialist powers. We also raise our highest salute to all who continue to carry on with the struggle while incarcerated and in exile , and continue to  wave the Morning Star across the world, as they march towards a genuinely free West Papua.

The long history of colonization with the Dutch empire, to the forced annexation through a sham plebiscite of the Indonesian government crushed the West Papuans’ rightful path to the realization of their right to self-determination. The US-backed Indonesian government carries out fascist military invasions causing millions of West Papuans to become victims of killings, tortures, rapes, illegal arrests, enforced disappearances, land grabbing, and massive resource exploitation. Today, as mass movements clamor for a long overdue independence through a referendum, the military and police forces under the existing counter-terrorism programs of Indonesia increase the attacks and targeting of progressive West Papuan activists.

Given its rich resources, West Papua remains one of the most impoverished regions of Indonesia. The disregard for the West Papuans’ political and economic rights continues as the abundance of West Papua’s gas, gold, copper, fish and timber reserves are exhausted by foreign powers in collaboration with the state. Major companies in the mining and energy projects includes Rio Tinto and US-owned Freeport-McMoRan.

Other major investments include the 2.5 million hectare Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) that produce export crops grabbed the lands, and destroyed protected forests that are source of West Papuan’s food. Shell Group’s affiliate Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Mij, which has 25 years oil exploration concession in West Papua, have contaminated water sources and destroyed their ancestral territories. Liquified Natural Gas mining, gold and nickel mining of British Petroleum have been reported to ransack and damage the environment.

Plunderous projects have undermined the rights of West Papuan peoples and indigenous communities to exercise their right to live with dignity. Thus, the challenge for the people to emancipate themselves and unite in the campaigns against all forms of repression and the global imperialist plunder of lands.

The International IPMSDL calls on everyone, to defeat the continuing blatant oppression and genocide against West Papuans of imperialist countries perpetuated by local state, landlords and oligarchs. Join and raise a flag, link our fights among oppressed sectors, and champion the West Papuan struggle for liberation!

source: Int'l International Indigenous People Movement for Self-Determination and Liberation

Senin, 26 November 2018

Dewan Media PNG Telah Menyatakan Keprihatinan Atas Penangguhan Oleh Wartawan Senior Scott Waide Atas Laporan EMTV Tentang KTT APEC

                        Foto: Scott Waide
Senin 26 November 2018
Jayapura_SUSPENSI dari jurnalis TV senior Scott Waide yang diduga menyiarkan cerita yang dianggap "negatif" oleh Dewan EMTV, Kumul Telikom Holdings dan Kumul Consolidated Holdings telah dipertanyakan oleh persaudaraan media di PNG dan Wilayah Pasifik.

Dewan Media di PNG dan Forum Kebebasan Pasifik dalam pernyataan terpisah telah menggambarkan skorsing Waides sebagai motivasi politik dan serangan terhadap kebebasan Media.

"Kami menyerukan kepada pimpinan pemerintah PNG untuk segera menghentikan penangguhannya terhadap penyiar publik senior", kata Ketua PFF, Monica Miller.

"Tidak ada bukti bahwa wartawan terlibat dalam apa pun selain pengumpulan berita yang sah - jurnalisme bukanlah kejahatan."

Dewan Media di PNG dalam keputusan kolektif mengatakan pekerjaan menggambarkan citra positif negara hanya bersandar pada pemerintah hari itu. Media tidak bertanggung jawab atas aspek kesejahteraan negara ini. Tanggung jawab satu-satunya adalah untuk orang-orang, dan bukan kepada pemerintah, terlepas dari apakah ia memiliki sebagian, atau saham perusahaan media apa pun.

“Media tidak boleh tunduk pada keinginan politisi yang tidak percaya diri, dan 'ya-men' yang tak bertulang yang memamerkan otoritas mereka, dengan bebas hukuman, dan melawan semua penilaian moral dan etika.

Kami di media berada dalam bisnis melaporkan kebenaran. Jurnalis seharusnya tidak melihat ke pundak mereka, setiap kali mereka mengerjakan cerita yang sensitif ”

Manajemen EMTV dihubungi tetapi mereka merujuk kami ke Ketua MNL Board Xavier Victor yang tidak menanggapi pesan teks ketika kami pergi untuk mencetak.

"Tidak ada bukti bahwa wartawan terlibat dalam apa pun selain pengumpulan berita yang sah - jurnalisme bukan kejahatan.

Laporan: MEDIA PNG

Jumat, 23 November 2018

Govt Urged to Solve Human Rights Violations in Papua

Govt Urged to Solve Human Rights Violations in Papua

Jakarta - The Papua National Liberation Army of the Free Papua Movement (TPN-OPM) General Coordinator Lambert Pekikir pressured the Indonesian government to immediately solve human rights violations in Papua.

“That is the duty of the government,” said Lambert to Tempo on Wednesday, November 21.
Lambert believes that the government has yet offered the opportunity of an open discussion between the government and the people of Papua. He asserts that the government should be able to discuss matters together and formulate a solution.

He maintains that there are a number of human right violation cases in Papua that has yet been resolved. One of the high-profile cases was the alleged assassination of Theys Hiyo Eluay, who’s known to be the leader of 250 tribes in Papua prior to his death. 

They founded the Free Papua decree and flown the Bintang Kejora flag, which represents the OPM. His death in 2001 is suspected by many to be murdered by Indonesia’s Special Command Troops after Theys and his driver Aristoteles Masoka were ambushed in the evening after attending an event at the Kopassus Jayapura headquarters.

“That case is yet to be solved,” said Lambert.


By DEVY ERNIS for AWPA Sydney News

           Photo credit: AP Photo/Mujiono

Rabu, 21 November 2018

Tauli-Corpuz Pelapor Khusus PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat Victoria

Pelapor Khusus PBB Melaporkan Laporan

                        Foto: Tauli Corpuz

Kriminalisasi Masyarakat Adat

Menurut sebuah laporan baru yang dikeluarkan oleh Pelapor Khusus PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat Victoria Tauli-Corpuz, telah terjadi gelombang yang berbeda dari kasus-kasus kekerasan fisik dan kriminalisasi yang ditujukan untuk Masyarakat Adat secara global.

Dalam laporan itu, yang diserahkan pada 27 Agustus 2018, ke sesi ke-39 Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Tauli-Corpuz memunculkan keprihatinannya atas terungkapnya "krisis global." Dia menyoroti korelasi antara peningkatan kekerasan, pelecehan, dan tindakan hukum terhadap Penduduk Asli dan peningkatan inisiatif bisnis swasta, komersial, dan berdasarkan keuntungan yang ditujukan untuk mengekstraksi nilai dari tanah dan sumber daya yang secara tradisional diduduki atau digembalakan oleh kelompok-kelompok Penduduk Asli.

Sejak penunjukannya pada tahun 2014, Tauli-Corpuz telah mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk: Guatemala, Kenya, Filipina, Kolombia, Brasil, Honduras, India, México, Ekuador, Thailand, dan Peru. Untuk mengumpulkan kumpulan data yang luas, Pelapor Khusus mengeluarkan panggilan publik untuk masukan tentang masalah serangan dan kriminalisasi Masyarakat Adat, dampak kolektif dari serangan-serangan terhadap masyarakat, dan tentang langkah-langkah pencegahan dan perlindungan yang tersedia.

Tauli-Corpuz menerima dan menganalisis lebih dari 70 pengajuan tertulis, yang sebagian besar berasal dari organisasi-organisasi Hak Asasi dan Hak Asasi Manusia terkonsentrasi di Amerika Latin. Menurut Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, hak-hak Masyarakat Adat dilindungi oleh negara asal mereka. Selain itu, penulis menunjukkan bahwa hak-hak Masyarakat Adat lebih dilindungi oleh Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, khususnya pasal 25-27 dan 32.

Hak-hak Masyarakat Adat ditundukkan, sebagian, karena mereka yang berusaha membela hak-hak mereka adalah sasaran kekerasan ekstrem, termasuk pembunuhan. Penulis menyoroti bahwa - dari 312 pembela hak asasi manusia yang tewas di 27 negara di seluruh dunia - 67 persen terlibat dalam pertahanan, lingkungan, dan hak-hak Adat; hampir semua pembunuhan terjadi dalam konteks megaproyek, industri ekstraktif, dan bisnis besar.

Serangan semacam itu "cenderung terjadi dalam konteks kekerasan dan ancaman terhadap Penduduk Asli dan komunitas mereka, termasuk penghilangan paksa, penggusuran paksa, pelecehan peradilan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, pembatasan kebebasan berekspresi dan kebebasan berkumpul, stigmatisasi, pengawasan, larangan perjalanan, dan pelecehan seksual. ”Menurut Tauli-Corpuz, pemerintah sering membantu upaya untuk menekan hak-hak Penduduk Asli dengan menerima kesaksian palsu, mengeluarkan surat perintah tanpa bukti yang cukup, memungkinkan penuntutan tidak berdasar untuk maju, dan menafsirkan secara tidak benar hukum untuk memberatkan Kelompok pribumi.

Jaminan prosedural sering ditolak oleh Penduduk Asli, yang seringkali tidak memiliki sarana untuk mencari bantuan hukum. Penduduk Asli semakin terdiskreditkan oleh pencemaran nama baik dan kampanye kotor yang didorong oleh pidato kebencian.

Pelapor Khusus mengidentifikasi kurangnya pengakuan resmi atas hak-hak tanah Masyarakat Adat sebagai akar penyebab kekerasan. Sementara beberapa negara telah mengadopsi undang-undang yang melindungi hak masyarakat adat atas tanah, sebagian besar negara belum. Lebih lanjut, bahkan di negara-negara di mana hak-hak formal semacam itu ada, tantangan praktis yang signifikan menghalangi Masyarakat Adat untuk benar-benar menegaskan hak-hak tersebut.

Misalnya, bahkan ketika Masyarakat Adat memiliki hak formal atas tanah mereka, hak-hak tersebut sering tidak diselaraskan dengan undang-undang yang berkaitan dengan kehutanan, pertambangan, dan perusahaan komersial lainnya yang terjadi di wilayah mereka. Lebih jauh lagi, proses penegasan hak-hak mereka mahal dan rumit, dan menghadirkan penghalang signifikan bagi Penduduk Asli. Dengan demikian, hak formal atau tidak ada hak formal, Penduduk Asli sering diperlakukan sebagai pelanggar kriminal di tanah leluhur mereka sendiri.



Dalam pernyataan tertulis, Tauli-Corpuz memperingatkan, “Saya telah diberitahu tentang ratusan kasus kriminalisasi dari hampir setiap sudut dunia. Serangan-serangan ini - baik fisik maupun hukum - adalah upaya untuk membungkam Masyarakat Adat yang menyuarakan oposisi mereka terhadap proyek-proyek yang mengancam mata pencaharian dan budaya mereka. ”

Tauli-Corpuz lebih lanjut mencatat bahwa “eskalasi serangan terhadap Penduduk Asli terjadi dalam konteks struktur kekuasaan miring, di mana perusahaan swasta memiliki pengaruh signifikan atas negara dan memastikan bahwa peraturan, kebijakan, dan perjanjian investasi disesuaikan untuk mempromosikan profitabilitas bisnis mereka

Untuk mencegah konflik dan kekerasan lebih lanjut, Pelapor Khusus merekomendasikan bahwa pihak berwenang di tingkat tertinggi mengakui hak-hak Masyarakat Adat, terutama hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, yang mencakup hak untuk menentukan prioritas untuk pengembangan atau penggunaan tanah atau wilayah mereka dan sumber-sumber lain, sebagaimana diatur dalam pasal 32 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Masyarakat Adat. Dia lebih lanjut merekomendasikan, di antara langkah-langkah lain, yang:

Penciptaan dan penguatan program yang ditujukan untuk perlindungan Masyarakat Adat

Investigasi yang cepat dan tidak memihak terhadap semua serangan kekerasan terhadap para pembela hak-hak Masyarakat Adat dan pendekatan tanpa toleransi terhadap setiap serangan terverifikasi

Adaptasi legislasi dan kebijakan untuk secara tegas mendukung perlindungan pembela dan masyarakat adat.

Pemantauan semua pengembangan berskala besar yang terjadi di wilayah Pribumi.


* Surat dari Ibu yang terlambat kepada putranya tiga hari setelah pemakamannya: *


* Surat dari Ibu yang terlambat kepada putranya tiga hari setelah pemakamannya: *
Anakku sayang,
Saya ingin tahu mengapa saya mati seperti wanita miskin ketika saya memiliki Anak seperti Anda.
Putraku, aku ingin memberkatimu sebelum aku mati, tetapi sekarang aku telah pergi dengan berkat-Ku.
Sarapan saya, makan siang dan makan malam saya adalah salah satu tantangan saya ketika saya masih hidup, tetapi Anda menghabiskan uang untuk memasak semua jenis makanan, daging dan berbagai jenis minuman pada hari pemakaman saya.
Putraku, kau memilih untuk menyebarkan dan menggosok tubuhku yang mati dengan aroma yang mahal ketika aku menggunakan minyak kacang tanah sebagai krim favoritku.
Kamu memakaikan Corpse-ku dengan kain mahal saat itu sulit untuk membeli pembungkus untukku.
Ketika Mayat saya berada di kamar mayat Anda datang untuk memeriksa saya dari waktu ke waktu, Anda peduli dengan Mayat saya daripada ketika saya masih hidup mengapa?
Yang paling menyakitkan adalah jenis peti mati mahal yang kau tempatkan di Corpse ketika aku tinggal di rumah yang belum selesai.
Ketika kamu masih muda aku kelaparan untuk kamu makan dan puas, aku memakai satu kain untuk menyediakan pakaian yang cukup untukmu. Saya pikir Anda akan merawat saya ketika saya menjadi tua.
Anda menyelesaikan rumah, mengecatnya dan membersihkan kompleks itu dalam satu minggu hanya untuk merayakan Corpse saya.
Sekarang Anda menulis penghormatan kepada saya dan berkata, "Mama, aku sangat mencintaimu, istirahat dalam damai" - Ketika aku mati dengan hati yang hancur.
Akhirnya, putra saya, saya menulis ini untuk mengingatkan Anda bahwa tidak ada orang lain yang mencintai seorang anak seperti seorang ibu. Semoga Tuhan mengampuni Anda.
Tuhan memberkati anda. . 

URGENT ALERT !! WARNINGS.. 140 CRIMINALS AND ABUSERS OF WEST PAPUAN PEOPLE, READY TO BE DISPATCHED TO WEST PAPUA FROM KALIMANTAN, INDONESIA.


URGENT ALERT  !! WARNINGS.. 140 CRIMINALS AND ABUSERS OF WEST PAPUAN PEOPLE, READY TO BE DISPATCHED TO WEST PAPUA FROM KALIMANTAN, INDONESIA.
--------------------------------

140 TNI Soldiers (Armed Criminal Groups) Departing For Duty in West Papua

A total of 140 TNI Soldiers from the 465th Paskhas / Brajamusti Command Battalion who are one of the elite qualified troops of the Command Commander of the Battalion Commander (Danyonko) Lt. Col. Pas Jhony Immanuel, dispatched for airport security in the Papua Province.

The ceremony for the departure of 140 soldiers joined in the Paskhas Task Force Operation 465 / Brajamusti (Yonko 465 / Paskhas) led directly by the Commander of the Indonesian Air Force (Danlanud) Supadio, Marsma TNI Minggit Tribowo, S.I.P. at the Main Apron of Supadio Airport, Pontianak, East Kalimantan, Saturday (11/17/2018).

Starting his remarks, Danlanud Supadio congratulated all TNI soldiers in the Yonko 465 / Paskhas who won the trust of the leadership of the TNI, the Nation and the State, to carry out the tasks of airport security operations in Papua's vulnerable areas. "This trust is a noble honor and duty to be accounted for and carried out as well as possible," he said.

According to Marsma TNI Minggit Tribowo, the assignment to the operation area for a soldier is a concrete manifestation of service to the state and nation, as well as an honorary task entrusted to him. "As a Patriot and Bhayangkari Negara, the task of operation is the demand of the above all tasks, this is carried out for the sake of maintaining the sovereignty of the territory of the NKRI," he said.

Danlanud Supadio added that for soldiers who had carried out operations, this assignment would provide additional experience and increase professionalism. As for soldiers who have never carried out operations, this assignment will be a very valuable experience to support a career as a soldier.

"To the soldiers in this Task Force, I reminded you to make a determination and commitment related to the tasks that will be faced, so that physically and mentally will concentrate fully on the implementation of operations," he said.

Selasa, 20 November 2018

Revolusi Dan Pembebasan Kaum Perempuan Harus Dilakukan Secara Bersama-Sama.

                   FOTO: Thomas Sankara

Dari Burkina Faso, Afrika
“THOMAS SANKARA = CHE GUEVARA AFRIKA !!!”
-----
Hampir semua kaum revolusioner di dunia ini, ketika berbicara tentang Afrika, pasti mengenal sosok revolusioner yang bernama Thomas Isidore Noël Sankara ini. Dia adalah seorang Marxis yang anti terhadap imperialisme. Sankara adalah seorang militer berpangkat kapten. Dia bersama kawan-kawannya dengan memobilisasi kekuatan rakyat melakukan aksi kudeta terhadap pemerintahan boneka Perancis, Jean-Baptiste Ouedraogo pada tanggal 4 Agustus 1983.

Thomas Isidore Noël Sankara lahir pada tanggal 21 Desember 1949 dan meninggal pada tanggal 15 Oktober 1987 pada usia 37 tahun. Melalui kudeta inilah selanjutnya, Sankara menjadi presiden sebuah Negara yang bernama Republik Burkina Faso. Sebelumnya, negeri ini bernama Upper Volta atau Volta Hulu, namun pada tahun 1984 oleh Sankara diganti menjadi Burkina Faso (dalam bahasa Dioula dan More: "Negara Orang Jujur"). Kekuasaan Sankara tidak lama. Pada tanggal 15 Oktober 1987, kawan seperjuangannya,  Blaise Compaoré berbalik mengkudeta dirinya dan terbunuh bersama 12 pejabat pemerintahan lainnya.

Burkina Faso adalah sebuah negara di Afrika Barat yang terkurung daratan (landlocked). Negara ini berbatasan dengan Mali di sebelah utara; Togo dan Ghana di selatan; Niger di timur, Benin di tenggara; dan Pantai Gading di barat daya. Negeri ini merupakan bekas jajahan Perancis dan baru mendapatkan kemerdekaan pada tanggal 5 Agustus 1960.

Selama Sankara berkuasa, terdapat sebuah kebijakan revolusioner yang dilakukan oleh Sankara, yakni memajukan kaum perempuan. Di antara kebijakannya yang popular adalah melarang pemotongan terhadap alat kelamin perempuan, melawan pernikahan paksa, dan poligami. Dia juga mendorong kaum perempuan untuk bekerja di luar rumah serta terlibat aktif dalam urusan politik-pemerintahan.

Meskipun kekuasaannya tidak lama, namun ide-ide dia banyak menginspirasi gerakan revolusioner di Afrika hingga saat ini. Sankara seringkali juga dijuluki sebagai Che Guevara-nya Afrika: Che Afrika !!!
----
“Revolusi dan Pembebasan kaum perempuan harus dilakukan secara bersama-sama,” Thomas Sankara.

Perjuangan butuh pengorbanan demi menyelamatkan bangsa.

Revolusi Afrika selatan oleh Nelson Mandela

Perjuangan revolusi tak hanya dilakukan di kawasan Asia dan Amerika saja. Negara-negara di Afrika khususnya Afrika Selatan juga melakukannya. Salah satu tokoh yang sangat terkenal dalam gerakan ini adalah Nelson Mandela. Dia memperjuangkan hak masyarakat kulit hitam agar lebih diperlakukan adil dan praktik apartheid bisa dihapuskan dari Afrika Selatan.

 Apa gerakan Perjuangan yang dilakukan oleh Nelson Mandela tentu saja tidak mudah. Nelson Mandela sala satu pejuang terebat revolusi afrika selatan. Dia berkali-kali mendapatkan tantangan dari pemerintah. Bahkan, dia sempat dipenjara karena aksinya yang dianggap sangat mengganggu pemerintahan. Akhirnya, perjuangan hebat dari Nelson mandela tercapai hingga dia menjadi presiden  pertama Afrika Selatan.

PerjuanganRevolusi Afrika selatan oleh Nelson Mandela

Perjuangan revolusi tak hanya dilakukan di kawasan Asia dan Amerika saja. Negara-negara di Afrika khususnya Afrika Selatan juga melakukannya. Salah satu tokoh yang sangat terkenal dalam gerakan ini adalah Nelson Mandela. Dia memperjuangkan hak masyarakat kulit hitam agar lebih diperlakukan adil dan praktik apartheid bisa dihapuskan dari Afrika Selatan.

 Apa gerakan Perjuangan yang dilakukan oleh Nelson Mandela tentu saja tidak mudah. Nelson Mandela sala satu pejuang terebat revolusi afrika selatan. Dia berkali-kali mendapatkan tantangan dari pemerintah. Bahkan, dia sempat dipenjara karena aksinya yang dianggap sangat mengganggu pemerintahan. Akhirnya, perjuangan hebat dari Nelson mandela tercapai hingga dia menjadi presiden  pertama Afrika Selatan.

Perjuangan butuh pengorbanan demi menyelamatkan bangsa.
Hal ini tidak terlepas dari upaya perjuangan bangsa papua.

Banyak teknik yang di pakai walau berbeda tetapi menuju pada satu tujuan adalah bebas dari berbagai bentuk penindasan untuk menentukan nasip di negerinya sendiri. Upaya-upaya penerapan system politik para tokoh-tokoh revolusi untuk brasil pula mereka dengan sempurna dan berasil memperoleh hak kebebasan mutlak.

 TOKOH REVOLUSI AFRIKA SELATAN
NELSON MANDELA butuh pengorbanan demi menyelamatkan bangsa.
Hal ini tidak terlepas dari upaya perjuangan bangsa papua.

Banyak teknik yang di pakai walau berbeda tetapi menuju pada satu tujuan adalah bebas dari berbagai bentuk penindasan untuk menentukan nasip di negerinya sendiri. Upaya-upaya penerapan system politik para tokoh-tokoh revolusi untuk brasil pula mereka dengan sempurna dan berasil memperoleh hak kebebasan mutlak.

                  Foto: NELSON MANDELA
      TOKOH REVOLUSI AFRIKA SELATAN

Che Guevara

Che adalah contoh revolusioner dengan semangat internasionalisme yang kuat. Dia bukan orang Kuba, tetapi rela ikut bergabung bersama gerakan revolusioner Fidel Castro untuk menggulingkan diktator Fulgencio Batista di Kuba.

Sebelumnya, di tahun 1954, dia menyaksikan api revolusi yang dikobarkan oleh seorang nasionalis kiri, Jacobo Árbenz. Árbenz terbilang radikal karena berani menjalankan reforma agraria dan menasionalisasi perusahaan Amerika Serikat United Fruit Company. Che langsung bersimpati pada Arbenz. Namun, kekuasaan Arbenz tidak bertahan lama, karena langsung digulingkan oleh kekuatan kanan yang disokong oleh CIA dan Amerika Serikat.

Bersimpati pada Arbenz, Che sempat ikut gerilya bersama pejuang Guatemala pimpinan Rolando Moran. Dia juga membantu evakuasi pendukung Arbenz ke kedutaan Argentina.

Setelah revolusi Kuba, kira-kira tahun 1963-1964, Che mengunjungi Afrika. Di sana dia menyaksikan keganasan kolonialisme. Kenyataan itulah yang menggetarkan sekaligus menggerakkan hatinya untuk berjuang bersama rakyat Afrika. Tahun 1965, Che memutuskan untuk bergabung dengan perjuangan gerilya di Kongo.

Tahun 1966, Che pergi ke Bolivia. Dia ikut perjuangan rakyat Bolivia untuk memenangkan sebuah revolusi. Perang gerilya selama 11 bulan 6 hari (3 November 1966 – 9 Oktober 1967), Che memimpin 58 gerilyawan melawan pasukan gabungan Bolivia dan CIA (Amerika Serikat).

Pada pagi hari tanggal 8 Oktober, pasukan gabungan mengepung perkemahan para gerilyawan dengan dua batalion yang berjumlah 1.800. Dalam perang gerilya tersebut Che terluka dan akhirnya tertangkap.

Guevara diikat dan dibawa ke sebuah bangunan sekolahan yang terbuat dari lumpur dan bobrok di dekat desa La Higuera pada sore hari tanggal 8 Oktober.  Pada 9 Oktober,  Che di eksekusi mati tanpa pengadilan. Perintah eksekusi tersebut langsung dari presiden Bolivia dengan kode 500 dan 600. Kode 500 adalah Che sedangkan 600 adalah tembak mati. Che meninggal pada usia 39 tahun.

Che memang sudah meninggal 51 tahun yang lalu, meninggal dalam berjuang. Tidak ada perjuangan yang sia-sia; semangat, militansi dan gagasan-gagasan perjuangan Che masih tetap hidup.

                      Foto: CHE GUEVARA

Selamat jalan Che,
Sang "Comandante" sejati

KNPB : DENGAN TEGAS TOLAK KEHADIRAN KNPI DI POLRES

KNPB : DENGAN TEGAS TOLAK KEHADIRAN KNPI DI POLRES

Beredarnya kehadiran Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di polres pada aktivis knpb yang ditangkap oleh polisi di polres kota jayapura pada hari ini 19 november 2018.
Kami Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (BPP-KNPB) menyampaikan kelarifikasi sebagai berikut :
1. Knpb dengan tegas menolak KNPI di polres kota jayapura.
2. KNPB dan KNPI itu bedah jangan samakan knpb dengan KNPI.
3. Komite Nasional Pemuda Indonesia buatan indonesia  untuk mempertahankan ideologi pancasila.
4. KNPB dibuat oleh orang papua sejak tahun 60 an sebelum indonesia ada di papua. Dulu dikenal dengan Komite Nasional Papua KNP, kini dihidupkan kembali tahun 2008 menjadi Komite Nasional Papua Barat  KNPB.
5. Berheti politisir kehadiran knpi dengan pejuangan KNPB, kami knpb berjuang untuk agenda hak penentuan nasib sendiri ( Self Deterimination) bagi rakyat papua melalui Referendum. Sedangkan KNPI berjuang untuk mempertahankan peraktek kolonialisme di West Papua.
6. Knpi adalah pilar utama NKRI dan mereka itu kumpulan calon borjuais lokal dipersiapkan untuk melakukan penindasan di Papua.
4. Knpb berdiri untuk menolak peraktek kolonialise, kapitalisme dan imperalis global di west Papua.
Dengan demikian kami memita kepada warga net atau di media sosial berheti sebarkan propaganda murahan itu.
KNPI jelas indonesia KNPB bukan indonesia berhenti politisir apa yang terjadi hari ini. Sekali  lagi kami KNPB dengan tegas menolak kehadiran KNPI.
Demikian kelarifikasi kami, atas perhatianya disampaikan terima kasih.

BPPKNPB
ONES SUHUNIAP
JUBIR NASIONAL

Senin, 19 November 2018

Actors of crimes are Indonesian colonial state TNI / POLRI

WEST PAPUA:
FOR A GOING CHILDREN, A CHILDREN OF ORIGINAL WEST PAPUA WAS CARRYED BY THE CAR
By Shepherd Dr. Socratez S.Yoman
1. Introduction
On May 9, 2018, at 7:00 a member of the Spirit of Papua Group divided a member of the police rescuing by crossing a cat from the hustle and bustle of a highway vehicle. I leave a comment.
"Cats (animals) were saved but on the contrary West Papuans were hit and shot dead like cats that were passed safely earlier. What is the logic used in West Papua ??????"
How expensive is the value of cats protected by security forces. It is indeed a good job, but how wonderful the indigenous people of West Papua are to be guarded and protected by their dignity in a way that is commendable like being treated to cats (animals).
2. Arriving Driver Hit a small child
On Sundays in 1973, around 7.30 in front of the GKI Social Hostel / Pastor's Boarding House. Yan Mamaribo Padang Bulan had a collision. When a 5-year-old child crossed the road, a car drove from Abepura towards Waena.
Coinciding with the speed of the car and the small child from Genyem, there were also goat children crossing the same road. This immigrant driver tried to save the goat and crashed into this five-year-old child. This little boy died at the scene. The driver respects goats, animals, but does not respect West Papuans.
This is a true story. Not an illustration. Likewise what happened in the pulpits of the Church in West Papua. Pastors from West Papua and Indonesia prioritize the safety and security of Indonesian people who come and live in West Papua but sheep, native people of West Papua, are left to be slaughtered like animals by security forces in the interests of Indonesia.
The pastors were silent, afraid to declare the truth and defend the basic rights of the indigenous West Papuans who were heading towards extermination.
ITP, 952018; 20.00



Foto: Jendral. Bernad Natoma Mawen

RIWAYAT SINGKAT 

TUAN JEND. BERNARD NATOMA MAWEN
PIMPINAN TPN/OPM  KOMANDO PERTAHANAN ( KODAP)  V MERAUKE

Almahrum Bernard Mawen berasal dari pulau Kimam/Fredrich Hendrik Kabupaten Merauke .
dia  sekolah di  Pendidikan  SEMINARI di Merauke, namun pada tahun 1968 ia tinggalkan sekolah SEMINARI dan masuk hutan di Merauke bersama kawannya seperti Alex Tumbay (alm), Alex Derey (alm), David Timka (alm), Alberth Atanai (alm) dan Daniel Ita (alm) Bony Mote,(alm) Roberth Pakage (alm) dll.

Setelah selesai PEPERA 1969, yang lain menyerah kembali ke Merauke dan yang lain ke PNG/Australia New Guinea sekarang PNG. Sedangkan beberapa orang Bersama Bernad Mawen jumlah 30 orang termasuk nama nama diatas, membuat Rakit Bambu dengan  layar selimut  memintah suaka ke Aiustralia dan setelah sekitar 2 minggu terapung di laut Arafura, mereka tertampar di pulau Quisiland. Disana Polisi Australia ambil mereka dan kirim ke Melborn Australia. Kemudian Presiden Suharto minta Pemerinta Australia kembalikan warga negara RI asal Irian Barat itu, dan Pemerintah Australia kirim mereka kembali ke Merauke dan ke Port Numbay lewat PNG dan mendarat di Bandara Sentani, dan dijemput oleh militer Indonesia langsung Mereka dibawa ke Bayangkara I dan mereka ditahan selama satu tahun lebih.
Kemudian pada tahun 1971 tuan Bernard Natorma Mawen ditangkap oleh TNI dalam kebun di kepala kali Kota Raja Port Numbay karena secara terbuka melakukan perlawanan kepada Indonesia , dan ia dipenjarakan di Penjara TNI/AD di Ifar Gunung selama dua tahun lebih.

Pada tahun 1973, Gerarrdus Tomy  bersama Obeth Bil Tabuni masuk di kota Abepura, dan bertemu dengan tuan Bernard Mawen Natorma, Pius Gemen/Katonggot'', Danjel Ita dan mengjak mereka bergabung dengan kelompok perlawanan yang telah melatih diri melawan Indonesia,sehingga  Mereka ikut bersama masuk ke Markas Victoria Waris Keroom Jayapura.Sehingga mulai tanggal: 15 April 1974 tuan Bernard Mawen Natorma ikut sekolah pendidikan Opsiren (SPO) di Markas Victoria.

Dalam bulan Juni 1976 tuan Bernard Mawen Natoma dilantik oleh Presiden S.J Rumkorem dengan pangkat Leptenan IIe.
Pada tahun 1977. tuan bernard Mwen Natorma ditugaskan ole J.H.Prai untuk pergi amankan perang rakyat melawan TNI yang mengakibatkan pemboman terhadap rakyat di Wamena
Tuan Bernard Maswen Natorma bersama Alex Derey mundur bersama Mathias Wenda dan pasukannya bertahan di daerah Mamberamo selama satu tahun lebih.

Taggal: 23 April 1978, Bernard Mawen Natorma diangkat oleh J.H. Prai dengan Pangkat Kapten dengan jabatan Waikil PANGKODAP V Merauke.
Pada tahun 1981 tuan Bernard Mawen Natorma tinggalkan Markas Victoria/Pemka berjalan kaki menuju Merauke dan pertemu Geraradus Tomy di Markas KODAP V Merauke yang sudah dirikan lebih duluan,sehingga Bersama Gerardus Tomy mereka melakukan aksivitas seperti penerangan, meluaskan daerah kekuasaan, dan latihan.

Bernard Mawen Adalah Panglima Kodap V Merauke.Tahun 1984 Bernadus Mawen Menolong Orang Papua Yang Di Kejar Tni Polisi Untuk Bisa Aman Tiba Di Png,
Pada bulan Juni 1986 dari penjara BOMANA PNG  Bernadus Mawen serahkan jabatan sebagai PANGKODAP V Merauke kepada Tuan Bernard Mawen Natorma 
Tgl 4 Juni 1998 Bernadus Mawen Mensosialisasikan Logo Nasional Papua Barat Seperti Bendera,Burung Mambruk Poster Lambang Opm Untuk Bangkitkan Semangat Perjuangan Mendukung Opm.

Tgl 23 Juni 1998 Benrd Mengirim Surat Kepada Tni Kopasus Dengan Logo Dewan Komando Militer Tertinggi Tpn Front Pembebasan West Papua Barat NO 006/A-1/IX/SMK/PANG-KOTAB/TPN-P.B/98 TGL 6 MRT 1998 Ditujukan Kpd Pangdam VIII/CEN Ttg Permintaan Kemerdekaan Republik West Papua Sebelum Thn 2000 Yg Ditandatangani Bernadus Mawen .Tgl 2 S.D 3 Feb 2002, 43 Org Angt Bernadus Mawen Menyerah
Tgl 25 April 2005, 1 Org Simpatisan Tpn/Opm Tertangkap Oleh Kipan D Yonif
643/WNS Di Bupul 12 Distrik Elikobel Kab.Merauke.Tgl  27 April 2006  B. Mawen Laksanakan Rapat Bahas Persiapan Unras Bulan Mei 2006.

Dia bertahan sekitar 50 tahun lebih melawan Indonesia menuntut kembalikan Hak Politik Orang Papua sampai tanggal: 16 November 2018 menebus napas terakhir.

140 TNI Soldiers Leave For Papua

40 TNI soldiers leave for Papua


A total of 140 TNI Soldiers from the 465th Paskhas / Brajamusti Command Battalion who are one of the elite qualified troops of the Command Commander of the Battalion Commander (Danyonko) Lt. Col. Pas Jhony Immanuel, dispatched for airport security in the Papua Province.

The ceremony for the departure of 140 people joined in the Paskhas Task Force 465 / Brajamusti (Yonko 465 / Paskhas) was led directly by the Commander of the Air Force Base (Danlanud) Supadio, Marsma TNI Minggit Tribowo, S.I.P. at the Main Apron of Supadio Airport, Pontianak, East Kalimantan, Saturday (11/17/2018).

Starting his remarks, the Danlanud Supadio congratulated all the victims of the TNI Yonko 465 / Paskhas who won the trust of the leadership of the TNI, the Nation and the State, to carry out the task of securing the airport in Papua's vulnerable areas. "This trust is a noble award and duty to be accounted for and carried out with as good as-wego.co.id," he said.


According to Marsma TNI Minggit Tribowo, the assignment to an operational area for one who is a tangible manifestation of service to the state and nation, including honorable duties is entrusted firmly. "As a Patriot and Bhayangkari Negara, operational duties are a heavy duty above all things, this applies for the sake of upholding the sovereignty of the NKRI region," he said.

Danlanud Supadio added that for those who have done assignments, this assignment will provide additional experience and increase professionalism. As for those who have never done a task, this assignment will be a very important experience to support a career as a start.

"At first in this Task Force, I freed up to make a determination and effort related to the burdens that will result, both physically and mentally, will generate funds for the operation," he said.

Indonesia_ Sikapi AS-Australia, RI Butuh Pangkalan Militer di Papua

Dilansir Dari: CNN Indonesia_ Sikapi AS-Australia, RI Butuh Pangkalan Militer di Papua

Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence mengumumkan kerjasamanya denganAustralia untuk membangun sebuah pangkalan militer yang akan diletakkan di kawasan di Papua Nugini. Amerika juga sekaligus mengadakan kerjasama dengan Lombrum Naval Base atau pangkalan angkatan laut milik pertahanan Papua Nugini.

Menanggapi langkah Negara Paman Sam tersebut, Pengamat Militer dan Pertahanan Indonesia Muradi mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa itu bukan sebuah kabar baik. Oleh sebab itu, Indonesia pun disebutnya harus menyikapi dengan membangun fasilitas serupa di Papua.

"Dari segi pertahanan keamanan dengan membangun pangkalan militer jangan dianggap membangun sebagai perkawanan. Itu salah. Itu dianggap sebagai kompetitor di bidang pertahanan dan keamanan," kata Muradi kepadaCNNIndonesia.com, Minggu (18/11).
Untuk itu, Muradi mengusulkan agar Indonesia membangun pangkalan pertahanan serupa di sekitar pulau Papua yang merupakan wilayah Indonesia.

"Kita harus mempercepat proses pembangunan Membangun Mako Kostrad (Komando Strategis Angkatan Darat) dan Mako Marinir supaya ada efek gentar," ujar Muradi.

Efek gentar atau efek deteren itu, kata dia, perlu dibangun sebagai pesan untuk negara-negara lain terkait kedaulatan Indonesia.

Pembangunan pangkalan militer ini dilakukan agar negara lain tidak semena-mena dengan Indonesia. Papua diharapkan bisa menjadi basis pertahanan dan militer Indonesia ke depan.

"Logikanya kalau bukan sebagai musuh minimal kompetitor dan minimal kita waspada," ujar Muradi.

Pengajar di lingkungan Universitas Padjadjaran itu mengatakan dalam sejumlah buku pertahanan dan keamanan Australia, Indonesia adalah salah satu negara yang dianggap sebagai ancaman. Atas dasar itu, kata Muradi, tidak heran ketika Australia membangun pangkalan militer di wilayah yang berbatasan dengan Indonesia.

"Australia masih memandang Indonesia sebagai ancaman bersama China. Jadi memang kalau membangun [pangkalan militer] itu bukan hal yang baru. Situasi ini sudah kita prediksi jauh hari," ujar Muradi.

Sejauh ini, Muradi bilang, Indonesia belum melakukan tindakan signifikan mengantisipasi pergerakan militer dari negara lain. Padahal, negara lain Seperti Singapura secara gamblang menyatakan Indonesia sebagai salah satu negara yang menjadi ancaman.

"Singapura jelas-jelas mereka itu terancam, bisa terlihat dari pernyataanya soal negara yang perlu diperhitungkan adalah negara dengan mayoritas Islam terbesar yang mana Indonesia. Dalam hal ini minimal kita merumuskan ancaman dari luar seperti apa," ujar dia.

Sebelumnya, Wapres AS Mike Pence pada Sabtu (17/11) mengumumkan kesepakatan negaranya dan Australia untuk membangun pangkalan laut di Papua Nugini, juga bekerja sama dengan pemerintahan negara tersebut.

"Kami akan bekerja dengan dua negara ini untuk melidungi kedaulatan dan hak maritim di Kepulauan Pasifik," kata Pence dikutip dari AFP (17/11).
Dikutip dari kantor berita yang sama, gerakan AS itu dilihat sebagai bentuk 'pergerakan' atas pengaruh China di kawasan Pasifik.

Kabar bahwa China ingin membangun fasilitas militer di Fiji seperti di Pulau Blackrock, Manus atau vanuatu telah tercium pihak Australia dan informasi ini mengalir sampai Gedung Putih. Kedua negara pun disebut khawatir keinginan China ini akan menyaingi keseimbangan kekuatan angkatan laut di pasifik Selatan.