Senin, 12 November 2018


WEST PAPUA:

KEBANGKITAN KESADARAN  RAKYAT & BANGSA WEST PAPUA YANG DIDUDUKI & DIJAJAH INDONESIA

Oleh Dr. Socratez S.Yoman

1. Pendahuluan

Dalam artikel ini penulis akan menulis dengan judul: " Kebangkitan Kesadaran  Rakyat & Bangsa West Papua Yang Diduduki dan Dijajah Indonesia."  Topik artikel ini tentu saja  timbul pertanyaan penting untuk kita jawab bersama-sama.

1.1. Apakah benar bahwa Indonesia sebagai bangsa kolonial moderen yang sedang menduduki & menjajah rakyat dan bangsa West Papua?

Jawaban ini tergantung dari perspektif apa yang kita nilai & kita lihat dan kita alami dalam situasi realitas hari ini di West Papua. Kita  masing-masing sudah memiliki lensa penilaian apa yang kita yakini benar & salah. Dua sahabat kita dalam Grup The Spirit of Papua, pak  Frans Ansanay & Edward Sitorus sudah memberikan jawaban tentang apa yang mereka yakini dan berdiri selama ini .

Sedangkan generasi muda Indonesia telah menyadari bahwa bangsanya sedang menduduki dan menjajah rakyat dan bangsa West Papua. Contoh terbaru, misalnya,  Dr. Veronika Kusumaryati, seorang Antrolog mempertahankan &mempertanggungjawabkan judul Disertasi Doktornya di depan para Penguji di Harvard University Amerika Serikat, yaitu: "Ethnography of a Colonial Present: History, Experience And Political Consciousness in West Papua."

Dr. Veronika meyakini dalam perspektif antropologis, sosiologis & sejarah bahwa bangsa Indonesia sebagai penjajah era moderen di West Papua/Indonesia bangsa Penjajah hari ini. Ia juga melihat ada kesadaran rakyat & bangsa West Papua sebagai wujud anti kolonialisme di West Papua.

Setiap tulisan artikel bahkan buku-buku yang ditulis penulis selama ini hampir 10 tahun sejak 2008-2018 merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari membangun kesadaran bangsa. Berbagai bentuk respons terhadap semua karya-karya penulis. Karena itu, penulis bersyukur kepada Tuhan karena Dia  hadirkan penulis dalam dunia realitas West Papua yang penuh duri & onak & kejahatan.

1.2. Tidak Ada yang Membangun Kebencian

Memang benar, watak dan filosofi para penjajah dan kolonial ialah selalu menuduh para pejuang keadilan, kebebasan, martabat manusia dan kedamaian dengan berbagai mitos, stigma dengan tujuan membungkam suara-suara kritis dan suara dari rakyat dan bangsa yang diduduki dan dijajah.

Selama ini rakyat dan bangsa West Papua dibungkan dengan stigma anggota OPM, Separatis, Makar, dan terbaru hasil kreasi TNI/Polri ialah KKSB/KKB.  Dan yang paling terbaru ialah membangun kebencian dan juga melawan hukum.

Penulis menyampaikan apa yang dialami umat Tuhan di West Papua dalam pendudukan dan penjajahan bangsa Indonesia. Bila para pembaca menilai bahwa tulisan-tulisan itu membangun kebencian dan melawan hukum, itu dihargai dan dihormati karena setiap orang berhak menilai dan memberikan pendapatnya.

1.3. Apakah Ir. Sukarno dan Ir. Mohammad Hatta mengusir penjajah Belanda dari Indonesia ialah tindakan kebencian dan melawan hukum?

Jawabannya ialah T I D A K.

Ir. Sukarno menyadari bahwa Belanda ialah bangsa penjajah dan kolonial kejam yang menduduki dan menjajah rakyat Indonesia dari Sabang-Ambon. Dalam spirit ini Ir. Sukarno bangkit dan melawan penjajah kejam Belanda.

Waktu itu, Belanda menyebut Ir. Sukarno adalah separatis dan pembuat makar. Ia dibuang ke Ende, Flores, ke Boven Digul, West Papua. 

Semangat Ir. Sukarno seperti itulah ada dalam artikel-artikel yang ditulis penulis. Walaupun, penulis artikel tidak sehebat dan tidak sama dengan sang Proklamator dan Founder Father yang dimiliki Indonesia.

2. Mahatma Gandhi

John McCain bersama Mark Salter dalam buku berjudul: "Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia" dengan sangat indah mengabadikan pengalaman Moh.Gandhi, bapak dari rakyat & bangsa India.

"Gandhi mengalami penghinaan...begitu pula selama tinggal di Afrika Selatan. Dalam beberapa minggu saja, ia menemukan bahwa orang Eropa abad ke-19 menganut hierarki ras, bahwa mereka ada di atas dan orang kulit berwarna di bawah. Perjalanan ke Pretoria melahirkan perubahan besar dalam dirinya. Lenyap sudah rasa malu. Lenyap sudah rasa tak peduli. Lenyap sudah kenaifan tentang cara kerja dunia. Lenyap sudah ambisi pribadi sederhana untuk hidup pantas bagi keluarganya dan profesi terhormat. Lenyap sudah kebanggaan akan keangkuhan sendiri, digantikan martabat dan kukuh dan penghormatan akan martabat setiap manusia, teman maupun musuh, tak lebih besar atau kecil daripada penghormatan pada martabatnya sendiri. Inilah yang sungguh-sungguh menjadikannya sebagai Mahatma. Kelak ia memandang penghinaan itu dengan rasa syukur, karena semua merupakan petunjuk baginya. Ia menganggap itu sebagai titik balik kehidupannya. Jadi, Tuhan meletakkan batu landasan hidup saya di Afrika Selatan, tulisnya." (2002: hal 16,17).

Penulis juga berdiri di sini:
"Saya hanya seorang manusia biasa & pendosa/berdosa yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu pendiam, sangat cantik, putih,  bersih, tutur kata yang sangat lembut, hampir saja nyaris wanita sempurna dan dari seorang ayah yang sangat jujur, tegas, tidak kompromi dengan kejahatan dan terukur dalam berbicara, rendah hati dan sangat cinta dengan pendidikan, keadilan & kedamaian. Saya dilahirkan di sebuah kampung kecil Yalugari, pada 6 Juni 1963 (tahun ijazah 1967). Hari ini, saya ada karena doa & harapan, & cinta mereka. Saya takut & tidak mau mengkhianati doa & harapan dan cinta mereka. Kejujuran Mama & Papa seperti lilin kecil yang pernah bersinar dari honai tanpa ventilasi dan tanpa cahaya listrik itu, tidak akan pernah padam. Dengan cahaya lilin kecil yang pernah ditabur di hati ini, saya menghormati dan berterima kasih kepada Mama dan Papa, saya akan terus bersuara demi keadilan, perdamaian dan martabat rakyat dan bangsaku West Papua. Saya sadar, saya titipan TUHAN, titipan Mama dan Papa, titipan para guruku, dosenku dan bangsaku West Papua dari Sorong-Merauke. Saya tidak senang dan tidak suka bangsaku dibantai & direndahkan martabat mereka atas nama NKRI. Bangsaku harus dihargai martabat mereka sebagai manusia dan pemilik sah Tanah pusaka  West Papua. Mereka bukan pendatang. Mereka bukan manusia kelas dua. Mereka adalah manusia gambar dan rupa TUHAN (Kejadian 1:26)." (Dr. Socratez S.Yoman, 6 November 2018;12:09PM).

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa:  "Saya tidak mencari pujian dan kehormatan. Saya tahu dan saya sadar, pujian dan kehormatan hanya milik Tuhan. Saya tidak berhak merampas kemuliaan Tuhan. Saya lebih mencintai caci-maki, penghinaan dan kemarahan dari penguasa kolonial Indonesia yang menduduki dan menjajah bangsa saya tercinya West Papua dari Sorong- Merauke. Biarlah ketulusan nurani kami, kejujuran kami, kesabaran kami, keadilan yang kami perjuangkan, iman kami, permalukan penguasa kolonial Indonesia yang menduduki dan menjajah kami." (Dr. Socratez S.Yoman, 6 November 2018; 11:15AM).

3. Kesimpulan

Tidak bisa kita pungkiri dalam melihat dan mengalami keadaan realitas rakyat dan bangsa West Papua hari ini, bahwa mereka tidak ada masa depan dalam Indonesia. Karena bangsa Indonesia ialah kolonial nyata di era moderen yang menduduki, menjajah, menindas dan memusnahkan rakyat dan bangsa West Papua.

"Anda penguasa Indonesia, siapa yang memberikan mandat kepada Anda untuk atur, perintah, dan menindas dan menjajah kami? Apakah Tuhan yang berikan mandat? Apakah Iblis yang kasih kuasa? Apakah nenek moyang Anda? Apakah nenek moyang bangsa West Papua? Anda jangan salah dan keliru merendahkan martabat kami di atas tanah leluhur kami. Anda membawa kegelapan dan ketidakadilan dan sikap dan tindakan Anda sangat tidak manusiawi. Dimana imanmu? Dimana hati nuranimu? Haiii....para penguasa kolonial, Anda harus sadar dan jangan mendirikan dan membangun Kerajaan Iblis dan Kejahatan di bumi West Papua." (Dr. Socratez S.Yoman, Biak, 6 November 2018;09:41AM).

Selamat membaca. Doa dan harapan penulis ada pencerahan melalui artikel pendek ini.

Ita Wakhu Purom, 7 November 2018; 06:52AM